*Untuk melihat semua artikel Sejarah Jakarta dalam blog ini Klik Disini
Sejarah Tanjung Priok dalam dasarnya belum pernah ditulis. Tulisan-tulisan tentang sejarah Tanjung Priok yg masih ada selama ini hanyalah deretan karangan belaka, entah menurut mana sumbernya. Sejarah Tanjung Priok bukanlah dongeng. Sesungguhnya tidak masih ada celah memasukkan unsur dongeng dalam sejarah Tanjung Priok. Sebagaimana loka-tempat lainnya dalam Jakarta, Tanjung Priok berada dalam tempat yang kentara benderang pada origin sejarah.
Lantas serupa apa sejarah Tanjung Priok? Nah, itu yang sebagai keingintahuan kita. Oleh lantaran sejarah Tanjung Priok adalah narasi kabar, maka secara teknis sejauh ini sejarah Tanjung Priok belum pernah ditulis. Dalam kerangka itulah kita mulai menulis sejarah Tanjung Priok. Untuk itu marilah kita telusuri asal-asal tempo doeloe.
![]() |
Pelabuhan Tandjoeng Priok (Peta 1945) |
Landhuis Tandjoeng Priok: Antjol-Tjilintjing via Sungai Tiram
Priok lahir belakangan. Saudaranya bernama Vinke. Dua bersaudara ini merupakan hasil interaksi antara Antjol
Priok dan Vinke bukanlah nama sungai. Priok adalah sebuah tanjung yang terbentuk secara alamiah (daratan yang menjorok ke lautan). Vinke (dalam hal ini Vinkevaart) sendiri adalah sebuah kanal yang dibentuk secara buatan oleh seorang pedagang VOC/Belanda, yaitu kanal yang menghubungkan sungai Tiram dan sungai Tjilintjing. Nama-nama sungai yang lainnya adalah Soenter, Tjakoeng, Boearan dan Tjipinang.
Kanal Vinkevaart mempromosikan Tandjoeng Priok. Sebelum Tandjoeng Priok diperhatikan, Kanal Vinke sebelumnya telah berkembang pesat secara ekonomi karena sudah terhubung dengan Batavia (Kali Besar) melalui kanal Antjol. Dalam hal ini kanal Antjol dan kanal Vinke di sisi timur Batavia menang segalanya jika dibandingkan keutamaan kanal Angke dan kanal Moekervaart. Pada era inilah diketahui pemilik lahan (Land) di Tandjoeng Priok adalah Adriaan van Haste.
Pelabuhan Batavia yang awalnya di Soenda Kalapa bergeser ke Kali Besar. Satu simpul perdagangan di era VOC/Belanda adalah Angke yakni dengan membangun kanal Angke dari Kali Besar ke Angke. Dalam perkembanganya seorang pedagang VOC/Belanda di Tangerang bernama Cornelis van Mook merintis jalan dengan membangun kanal dari Tangerang ke Angke. Kanal ini selesai dibangun pada tahun 1687. Kanal ini kemudian disebut kanal Mookervaart (kanal yang dibuat oleh Mook). Setali tiga uang pada era yang berbeda di sisi timur Batavia seorang pedagang VOC/Belanda merintis jalan dari Tjilintjing dengan membangun kanal ke Antjol sekitar tahun 1730. Kanal ini kemudian disebut Vinkevaart (kanal yang dibuat Justinus Vinck/Vinke). Vicke tidak hanya membangun kanal dari lanhuisnya di Tjilintjing tetapi juga membangun jalan ke arah hulu melalui Soekapoera terus ke Tjakoeng dan (benteng) Meester Cornelis.
![]() |
Landhuis Adriaan van Haste di Tandjoeng Priok, 1772 |
![]() |
Kanal Antjol dan Estate van Riemsdijk di Antjol, 1772 |
Adriaan van Haste telah membangun landhuis di Tandjoeng Priok tepat berada di bibir pantai menghadap ke laut. Tidak begitu jelas land Tandjoeng Priok apakah Haste membelinya dari Vinck atau sebaliknya apakah sebelum Vinck membeli land Tjilintjing, Haste sudah menguasai land Tandjoeng Priok (oleh karena itu Vinck membangun kanal di batas selatan lahan yang dikuasai Haste). Dengan adanya diduga telah meningkatkan produktivitas lahan di Tnadjoeng Priok (karena kanal sendiri selain untuk kebutuhan navigasi telah berfungsi sebagai drainase).
![]() |
Peta 1828 |
Bagaimana asal usul nama Tanjung Priok sulit diketahui. Secara teoritis, Priok adalah nama navigasi dalam hal ini tanjung. Orang pribumi tidak terbiasa dengan terminologi tanjung, teluk dan selat (hanya terbiasa dengan muara). Pelaut-pelaut Eropa sangat berkepentingan untuk memberi tanda navigasi setiap sudut lautan (seperti Goode hoop). Hal ini karena mereka memetakannya untuk kebutuhan navigasi. Orang-orang Eropa biasanya menyebut nama geografi seperti nama tempat, nama sungai, nama gunung, nama tanjung dan nama teluk sesuai nama yang sudah ada atau nama yang paling dekat dengannya. Nama Priok diduga bukan nama asli (lokal) karena tidak ada nama kampong atau nama sungai dan sebagainya yang mirip dengannya yang terindentifikasi di sekitar. Hanya ada nama tanjung. Nama Priok lebih mirip dengan nama asing (seperti free, pree, vrugt atau marga Belanda Vrugt dan sebagainya). Nama-nama lokal yang berdekatan antara lain adalah sungai Antjol, sungai Tiram, sungai Troesan, sungai Soenter, sungai Toegoe, sungai Petjah, sungai Bamboe dan sungai Tjilintjing. Lantas apakah nama tanjung tersebut mengacu pada nama seorang pelaut Belanda (lihat Oprechte Haerlemsche courant, 23-01-1744). Disebutkan naar Batavia en Weltevreden, Schipper Willem Vrugt.
Sejak 1780 (pasca Gubernur Jenderal Jeremias van Riemsdijk) para pedagang VOC/Belanda sangat aktif membangun pertanian di sekitar Batavia, Namun di sisi lain para pedagang VOC terutama pemerintahan menjadi lupa pertahanan, Situasi ini dimanfaatkan oleh Prancis untuk menyerang Batavia. Serangan ini terjadi pada tahun 1795. Situasi ini mengakibatkan pemerintah VOC/Belanda melemah dan pada akhirnya dinyatakan bangkrut pada tahun 1799. Lalu pemerintah Kerajaan Belanda mengakuisisi aset-aset VOC/Belanda. Seiring dengan perubahan politik, Kerajaan Belanda membentuk Pemerintah Hindia Belanda tahun 1800. Namun baru efektif pada saat Daendels menjabat sebagai Gubenur Jenderal yang baru tahun 1808.
![]() |
Landhuis Tandjoeng Priok, 1779 |
Tandjoeng Priok Gantikan Kali Besar
Pada era Pemerintah Hindia Belanda ketika Gubernur Jenderal Daendels (1808-1811) area Tandjoeng Priok juga termasuk yang ditingkatkan. Pemerintah menawarkan kepada swasta untuk merehabilitasi jalan dan jembatan ke Tandjoeng Priok (lihat Bataviasche koloniale courant, 11-01-1811). Program pembangunn jalan dan jembatan ini diduga kuat kelanjutan program serupa yang dilakukan sebelumnya hingga Antjol.
![]() |
Bataviasche koloniale courant, 11-01-1811 |
Namun lagi-lagi terjadi serangan dari luar. Kini, giliran pasukan militer Inggris yang menyerang dan berhasil melumpuhkan Batavia. Pemerintah Hindia Belanda yang dipimpin oleh Gubernue Jenderal Daendels tidak berdaya. Dengan perjanjian yang diadakan pada tanggal 18 September 1811 Pemerintah Hindia Belanda menyerahkan seluruh Hindia Belanda kepada Inggris yang dipimpin oleh Letnan Gubernur Jenderal Raffles.
![]() |
Pintu masuk pasukan militer Inggris di Tjilintjing, 1811 |
Pendudukan Inggris berakhir pada tahun 1816. Ketika Pemerintah Hindia Belanda berkuasa kembali, segala sesuatunya dalam hal program seakan dimulai dari nol lagi (diistall ulang). Orang-orang Belanda atau pengusah-pengusaha Belanda yang banyak pulang ke Belanda tidak gampang untuk menarik kembali untuk berbisnis dan berinvestasi. Rekrutmen pejabat dan pegawai pemerintah sedikit lebih mudah karena masih cukup banyak orang Belanda dan untuk mengiisi kekuarangannnya dan kebutuhan tenaga ahli tertentu dilakukan di Belanda. Namun yang jelas semuanya berjalan sangat lambat.
Pada masa-masa permulaan yang sulit ini, kegelisahan penduduk pribumi semakin memuncak. Di berbagai daerah terjadi pemberontakan dan terjadi perang. Lalu meletus perang di Jawa yang dipimpin oleh Pangeran Diponegoro (1825-1830). Perang berlanjut di Pantai Barat Sumatra (1831-1840). Lalu kemudian perang terjadi di Bali dan Sulawesi. Pemerintah tampaknya memenangkan setiap pertempuran. Sementara yang masih tetap menjadi ancaman ada di Atjeh. Pemerintah Hindia Belanda seakan berada di atas angin. Pada situasi dan kondisi inilah berbagai program dibuat di Belanda untuk mendukung jalannya pemerintahan dan pembangunan di Hindia Belanda.
Pada tahun 1855 Menteri Kelautan di Belanda mengumumkan ke publik untuk membangun berbagai fasilitas navigasi dan pelayaran. Tahap pertama di Batavia dan sekitar. Pembangunan mercu suar dbangun di sejumlah titik termasuk di Tandjoeng Priok (lihat Nederlandsche staatscourant, 06-04-1855). Ini suatu indikasi akan ada intensitas yang tinggi kedatangan dan keberangkatan kapal-kapal besar Belanda, tidak hanya siang hari juga malam hari. Kapal-kapal uap yang besar dan bertonase tinggi akan menyambangi Hindia Belanda. Kebutuhan pelabuhan yang sesuai dan memadai semakin diperlukan. Lantas dimana pelabuhan dibangun?
![]() |
Peta 1887 |
Celakanya, kedalaman yang tinggi justru terdapat di sekitar Tandjoeng Priok. Suatu lokasi yang tidak lazim dalam pembangunan pelabuhan yang justru lebih memilih di sekitar teluk atau lokasi yang berada di bawah angin. Tandjoeng Priok adalah area yang berada di garis lintasan angin. Namun tidak ada pilihan. Untuk menyiasati pilihan titik lokasi yang buruk kemudian dimbangi dengan teknik pembuatan pelabuhan dengan metode kanal. Kanalisasi pembangunan pelabuhan terpaksa harus dijalankan. Kebetulan tenaga-tenaga ahli Belanda sangat menguasai urusan ini. Di satu sisi ada penghematan dalam teknik pembangunan dermaga sejajar pantai (memanjang) dengan biaya penggalian lahan yang mahal tetapi dapat ditutupi dengan efisiensi pembuatan dermaga saat penggalian. Itulah mengapa bentuk pelabuhan Tandjoeng Priok berbentuk kanal, terkesan mahal tetapi sesungguhnya secara keseluruhan relatif lebih murah.
Berdasarkan data-data yang dikumpulkan saat dilakukan pemetaan untuk pembangunan mercu suar pada tahun 1855, kenyataannya kedalaman laut di Tandjong Priok yang paling dalam yakni sedalam 3,5 meter laut (boleh jadi karena tanjung yang lebih menjorok ke laut menyebabkan proses sedimentasi sulit terjadi; sementara di teluk atau sekitar muara sungai proses sedimentasi lebih mudah terjadi karena penangkapan lumpur yang dibawa aliran sungai mudah mengendap). Rata-rata kedalaman dasar laut di sejumlah titik pengukuran adalah sebagai berikut: Moeara Kamal 0.5 M; Moeara Aloeran 0.25 M; Moeara Angke 1 M; Moeara Karang 1 M; Moeara Baroe 0,5 M; Moeara Heemraden 0.25 M; Moeara Antjol 0.25 M; pantai Koja 2 M; pantai Tjilintjing 2.5 M; dan Tandjong Priok sedalam 3,5 meter (informasi ini terdapat pada Peta 1905). Uniknya, Tandjoeng Priok di pesisir pantai teluk Batavia, hanya satu-satunya tanjung.
Sementara kapal-kapal uap Belanda semakin intens hilir mudik antara Belanda (Amsterdam dan Rotterdam) dan Batavia (Hindia Belanda). Ini semua karena situasi keamanan di Hindia Belanda semakin kondusif. Setelah munculnya rencana pemerintah (via Direktur PU) diskusi tentang pelabuhan baru tersebut muncul sejak tahun 1867 (lihat Java-bode : nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 22-01-1868), Pemerintah telah mengumumkan ke publik garis-garis besar rancana pembangunannya.
Pengerjaan pertama adalah membuat kolam besar (binnen haven) dengan cara pengerukan tanah menggunakan mesin selama empat jam sehari yang dilakukan selama tujuh bulan. Tanah hasil kerukan ini di bawa ke sisi barat batas kolam (calon dermaga) yang digunakan untuk proses penimbunan (dan pemadatan). Penimbunan ini akan semakin meluas hingga mendekati muara dan menutup (sungai Petjah). Pemindahan materi ini ke arah barat beresiko karena lumpur dapat dibawa ke laut (melawan arus; berbeda dengan pengerukan di pelabuhan di Batavia yang materinya dipindahkan ke sisi timur).
Proses pengerjaan pelabuhan ini (Tandjoeng Priok) tentu saja membutuhkan waktu yang cukup lama. Tentu saja selama proses pembangunan pelabuhan intensitas hilir mudik kapal uap lintas benua semakin meningkat lebih-lebih sehubugan dengan akan dipeorasikannya Terusan Suez pada tahun 1869. Untuk mendukung itu semua, inisiatif, rencana dan pengerjaan pelabuhan Tandjoeng Priok adalah satu karya besar yang belum pernah ada selama ini di Hindia Belanda. Semua orang telah membicarakannya.
![]() |
Peta 1904 |
Dalam pembangunan pelabuhan Tandjoeng Priok ini, satu yang pasti adalah landhuis Tandjoeng Priok yang sudah eksis sejak lebih dari satu abad (paling tidak sejak tahun 1772) tidak digusur. Landhuis ini dalam rencana tetap ditempatnya. Namun proses menemukan keputusan akhir lokasi perlabuhan baru di Tandjoeng Priok tidak mudah, sangat alot dan masih bersifat pro kontra.
Rencana pembangunan pelabuhan di Tandjoeng Priok (pelabuhan kapal uap) masih mengundang pro-kontra (lihat Bataviaasch handelsblad, 23-10-1872). Misi pihak PU dengan misi pihak perdagangan (Kamar Dagang Batavia) tidak ketemu. Lokasi pelabuhan di Tandjong Priok dianggap terlalu jauh, ada beban biaya tambahan bagi dunia bisnis. Dalam hal debat disebutkan biasanya pelabuhan mengikuti pusat perdagangan dan sangat sulit memanggil perdagangan ke tempat dimana pelabuhan akan dibangun. Pemerintah terus mencari solusi agar tetap di Tandjoeng Priok yang akan diintegrasikan dengan jalur kereta api. Usulan yang ingin tetap mempertahankan di Batavia dengan membangunan kolam besar di arah timur menjadi hal yang masuk akal jika dibandingkan sebelumnya terhadap usulan di Pulau Onrust (tetapi ini ditolak para ahli).
Sehubungan dengan dioperasikannnya jalur kereta api Batavia-Buitenzorg, rencana pelabuhan baru menghangat kembali. Pemerintah telah membentuk suatu komite untuk mengkaji kemungkinan palabuhan baru di Tandjoeng Priok (lihat Bataviaasch handelsblad, 04-01-1873). Setelah bekerja, komite ini menemukan solusi atas rekomendasi Kamar Dagang berada di timur Batavia yang dengan demikian lokasi yang sebelumnya diusulkan di Onrust dan Tandjoeng Priok dibatalkan (lihat Het nieuws van den dag : kleine courant, 04-12-1873). Namun dalam kenyataannya masih terus terjadi pro kontra antar berbagai pihak (lihat Bataviaasch handelsblad, 29-05-1875). Titik terang mulai muncul dimana dari tiga kandidat, lokasi yang dianggap paling layak adalah di Tandjoeng Priok yang mana perdebatan yang muncul adalah soal antara membangun dermaga kering (menggali tanah, dermaga darat) atau dermaga mengambang dengan membuat dermaga laut di atas air (lihat Bataviaasch handelsblad, 05-07-1875). Pilihan di Tandjoeng Priok juga bersesuaian dengan konsep pethananan dengan memperkuat pertahanan di pelabuhan. Angkatan laut di tengah lautan tidak akan cukup kuat, tetapi pelabuhan adalah surga bagi para angkatan laut maupun bagi pedagang. Disebutkan konsep seperti ini belum ada di Hindia belum ada sekalipun itu di Soerabaja dan di Tjilatjap (lihat Java-bode : nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 13-07-1875). Singkat data begitulah hasilnya sehingga pelabuhan baru ditetapkan di Tandjoeng Priok.
Akhirnya keputusan lokasi dimana pelabuhan sudah bulat di Tandjoeng Priok. Dalam layout pelabuhan, landhuis Tandjoeng Priok berada di sisi barat pelabuhan kapal layar/perahu. Sementara di sisi timur pelabuhan kapal uap dibangun perumahan pekerja pelabuhan. Sedangkan antara dua pelabuhan itu adalah space untuk kegiatan bongkar muat barang dan turun naik penumpang. Posisi stasion/halte kereta api ditempatkan di pintu masuk pelabuhan (dari arah Batavia). Untuk kebutuhan kereta barang, dari halte dibuat jalur khusus ke arah dua sisi pelabuhan kapal uap (jalur bongkar/kedatangan danm jalur muat/keberangkatan). Itulah tahap pertama tentang situasi dan kondisi di pelabuhan yang baru di Tandjoeng Priok.
![]() |
Pata 1925 |
Sehubungan dengan perkembangan yang terjadi di area pelabuhan Tandjoeng Priok yang terus mengalami penyesuaian layout akhirnya landhuis Tandjjoeng Priok terpaksa tersingkir sendiri. Tamat sudah land Tandjoeng Priok. Era pelabuhan Tandjoeng Priok terus berlanjut dan brlanjut terus hingga ini hari.
Tunggu deskripsi lengkapnya
*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com