Sejarah Tangerang (9): Sejarah Serpong dan Transportasi Sungai, Jalan dan Kereta; Fort VOC Sampoera Hingga Perumahan BSD
*Untuk melihat seluruh artikel Sejarah Tangerang pada blog ini Klik Disini
Ada 3 loka terpenting dalam daerah genre sungai Tjisadane tempo doeloe: Moeara (de Qual), benteng Tangerang
![]() |
Kabupaten dan Kota Tangerang serta Kota Tangerang Selatan |
Lantas apa hebatnya kampong Serpong? Pada masa ini tidak jauh dari kampong Serpong ini dibangun mega perumahan Bumi Serpong Damai (BSD). Perumahan BSD sebagai icon Kota Tangerang Selatan sudah dikenal secara luas. Namun tidak banyak orang mengetahui bahwa area BSD ini di masa lampau adalah pusat perdagangan terpenting di hulu sungai Tjisadane. Dalam hubungan inilah kita perlu meninjau kembali sejarah Serpon sebagai origin Kota Tangerang Selatan. Mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.
![]() |
Jembatan (dan rel kereta) di desa Serpong di atas sungai Tjisadane |
Fort Sampoera: Land Serpong dan Land Lengkong
Bayangkan sungai Tjisadane dari Moeara di dekat pulau Onrust hingga ke pedalaman di Tjiampea (dekat IPB yang sekarang). Diantara dua titik inilah diletakkan dua buah benteng yakni di Tangerang dan Serpong. Bayangkan pula sungai Tjiliwong dari benteng Noordwijk (kini lokasinya Masjid Istiqlal) hingga ke pedalaman di titik singgung terdekat antara sungai Tjisadane dan sungai Tjiliwong dimanan dibangun benteng yakni benteng Padjadjaran (kini lokasinya persis Istana Bogor). Diantara dua benteng ini (Noordwijk dan Padjadjaran) diletakkan dua benteng yakni di Meester Cornelis dan di Tandjoeng (kini Pasar Rebo). Benteng Serpong (Fort Sampoera) dan Fort Tandjoeng (Pasar Rebo) berada dalam garis lurus (bayangkan anda melalui jalan tol antara Pasar Rebo dan BSD). Dalam konteks pertahanan VOC inilah pengembangan perdagangan dimulai di pedalaman dan kemudian diikuti pembangunan pertanian (pada basis tanah-tanah partikelir).
![]() |
Benteng (fort) Sampoera (Peta 1724) |
Pada era VOC, pedagang-pedagang VOC sudah sampai ke pedalaman. Pusat Eropa/Belanda di pedalaman berada di Buitenzorg. Transportasi yang awalnya melalui sungai (Tjiliwong, Tjisadane dan Bekasi) secara perlahan digantikan transportasi jalan darat. Sementara para pedagang VOC mulai mengeksploitasi lahan, pemerintah membuat program untuk meningkatkan jalan-jalan tradisonal (jalan lama) dengan bentuk jalan baru yang lebih lebar, lebih keras (padat) dan pembuatan saluran drainase.
![]() |
Situs tua benteng (fort) Sampoera (Peta 1901) |
Di daerah aliran sungai Tjisadane, awal pembukaan lahan hanya terbatas di sekitar benteng Tangerang, namun secara perlahan meluas hingga ke Serpong (dekat benteng Sampoera). Tidak hanya berhenti di Serpong (melalui jalan sungai), wilayah antara sungai Tjiliwong dan sungai Tjisadane juga dikembangkan lahan-lahan baru seperti di Tjinere dan Pondok Laboe (Simplicitas). Lalu akhirnya pembukaan lahan sampai ke Tjiampea (melalui sungai Tjiosadane dari Serpong).
Pedagang VOC yang pertama membuka lahan di Tjiampea adalah (keluarga) Jeremis van Riemsdijk. Sebelum membuka lahan Tjiampea keluarga Riemsdijk telah lebih dahulu membukia lahan di Antjol dan daerah aliran sungai Bekasi.
Hingga berakhirnya VOC (1799) wilayah pedalaman antara sungai Tjisadane hingga sungai Tjitaroem sudah terbagi ke dalam lahan-lahan partikelir (land) dan antara batas pantai hingga ke hulu sungai Tjisadane (di Tjiampea), hulu sungai Tjiliwong (di Buitenzorg), hului sungai Bekasi/Tjilengsi (di Tjibaroesa) dan hulu sungai Tjitaroem (di Tjikao/Soeang). Pada era Pemerintah Hindia Belanda (sejak Gubernur Jenderal Daendels. 1808) land partikelir ini semakin diperluas hingga ke batas sungai Tjimanoek di sebelah timur dan batas sungai Tjikande di sebelah barat.
Untuk menghubungkan land-land partikelir ini Gubernur Jenderal Daendels mulai membangun jalan utama (Grootepost-weg) dari Batavia ke Soerabaja via Buitenzorg, Tjiandjoer dan Soemedang dan Tjirebon; dan membangun jalan utama dari Batavia ke Anjer (Banten) melalui Tangerang. Pada era pendudukan Inggris (1811-1816) tidak banyak yang dilakukan pembangunan jalan. Baru setelah Pemerintah Hindia Belanda kembali (setelah 1816) membangun jalan baru dimulai. Jalan baru ini yang utama antara Batavia ke Krawang melalui Bekasi; dan dari Buitenzorg ke Djasinga melalui Tjiampea. Pembangunan jalan ini secara perlahan telah menggantikan moda transportasi sungai.
Setelah terhubungnya tempat-tempat utama oleh jalan raya, pemerintah dan juga para pemilik land mulai membangun kanal-kanal baru di pedalaman untuk meningkatkan suplai air untuk kebutuhan pertanian. Kanal di sisi timur sungai Tjiliwong (osterslokkan) selesai ditingkatkan, mulai dirintis pembangunan kanal di sisi barat sungati Tjiliwong (westerslokkan). Kanal-kanal kecil juga dibangun di sekitar Serpong dan di sekitar Tjiampea.
![]() |
Javasche courant, 30-01-1836 |
Tunggu deskripsi lengkapnya
*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com